Jumat, 28 Oktober 2011

Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Resiko Perkawinan Dini Pada Kehamilan Dan Proses Persalinan

iklan1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pola pikir zaman primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan sendiri, pernikahan dini dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada zaman ganepo atau zaman primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah baligh maka tidak ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah. Kondisi demikian, dilatarbelakangi oleh keberadaan zaman yang masih tertinggal, maka konsep pemikirannya pun tidak begitu mengarah pada jenjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan zaman nenek moyang lebih terpacu dengan prospek budaya nikah dini, yakni berkisar umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar umur 20 tahun atau kurang (Dlori, 2005).
Para remaja dewasa ini, generasi terbesar dalam usia 10-19 tahun di dalam sejarah, beranjak dewasa di dunia yang sangat berbeda daripada dunia di waktu para orang tua mereka beranjak dewasa. Meskipun laju perubahan berbeda di antara dan di dalam wilayah dunia, masyarakat berada di dalam keadaan kesempatan baru yang membingungkan bagi para pemuda.
Perbaikan di bidang transportasi dan komunikasi membuka kesempatan bagi para pemuda, bahkan yang tinggal di daerah-daerah terpencil mengenal orang-orang dengan tradisi dan nilai-nilai kehidupan yang berbeda, walaupun dunia semakin urban dan industrialisasi menawarkan godaan kemajuan dan kesempatan. Tetapi, tanpa pendidikan dan latihan yang memadai, para remaja tidak akan mampu memenuhi tuntutan lingkungan pekerjaan modern, dan tanpa bimbingan orang tua, masyarakat serta para pemimpin pemerintahan, para remaja mungkin tidak siap untuk menilai hasil dari keputusan yang diambil mereka. Kendati demikian, di dunia berkembang, dimana kemiskinan luas dan berkepanjangan, sejumlah keluarga mungkin terpaksa menggagalkan pendidikan anak-anak kalau tenaga mereka dibutuhkan untuk membantu rumah tangga.
Pemerintah bertujuan untuk menyediakan pendidikan dasar yang dapat diperoleh secara luas. Oleh sebab itu, perempuan muda di hampir semua negara boleh dikatakan lebih mungkin memperoleh pendidikan dasar daripada yang dulu didapatkan oleh ibu mereka, dan di dunia berkembang perbedaanya bisa sangat besar. Misalnya, di Sudan, 46% remaja berumur 15-19 tahun sudah menempuh tujuh tahun atau lebih masa sekolah, dibandingkan dengan 5% dari para wanita berumur 40-44 tahun. Begitupun, disparitas, terutama di segi sosio-ekonomi dan di lingkungan kehidupan, masih bertahan. Di sebagian negara berkembang, kemungkinan perempuan muda kota untuk memperoleh pendidikan dasar adalah 2-3 kali lipat dibanding dengan perempuan-perempuan yang berada di pedalaman. Di sebagian besar negara, 70-100% anak-anak mendaftar di sekolah dasar, tetapi lamanya waktu yang digunakan untuk belajar di sekolah berbeda sekali. (Laporan Institut Alan Guttmatcher "Into A New World: Young Women's Sexual and Reproductive Lives" http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo.html.2005).
Sejumlah rintangan masa remaja sifatnya sama bagi semua remaja, masa-masa remaja lebih sulit bagi kaum wanita. Meskipun sebagian usia 10-19 baru mulai mengalami perubahan-perubahan yang datang bersama masa pubertas, banyak mulai mengalami hubungan seksual atau perkawanan. Dan setiap tahun, kira-kira 14 juta perempuan muda berumur 15-19 melahirkan. Melahirkan anak pada usia remaja di dunia berkembang adalah soal biasa, di mana proporsi yang telah melahirkan anak pertama sebelum umur 18 biasanya antara seperempat dan setengah (Grafik 1). Sebaliknya, di dunia maju, dan di sebagian kecil negara berkembang, kurang dari satu dalam 10 melahirkan anak pertama pada usia remaja.
Paling sedikit setengah perempuan muda di negara Afrika Sub-Sahara, mulai hidup bersama pertama kali sebelum usia 18 tahun. Di Amerika Latin dan di Karibia, 20-40% dari wanita muda memasuki hidup bersama, dan di Afrika Utara dan Timur Tengah, proporsinya 30% atau kurang. Di Asia, kemungkinan perkawinan awal berbeda sekali, 73% perempuan di Bangladesh memasuki kehidupan bersama sebelum usia 18, dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, dan hanya 5% di Cina. Para wanita di negara maju tidak mungkin kawin sebelum usia 18; walaupun di Perancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 10-11% melakukannya, tetapi di Jerman dan di Polandia hanya 3-4% wanita semuda ini melakukannya.
Perkawinan awal kurang biasa sekarang dibandingkan dengan satu generasi yang lalu, walaupun perbedaan yang luas terdapat di antara dan di dalam daerah-daerah. Misalnya, di Afrika Sub-Sahara proporsi wanita yang telah kawin sebelum umur 18 hampir tidak berubah, di Ghana (39% dari usia 40-44 tahun dibanding 38% usia 20-24 tahun) dan di Pantai Gading (49% dibanding 44%), tetapi di Kenya telah menurun dengan tajam (47% dibanding 28%) sebaliknya, penurunan hebat terjadi di seluruh Asia sedangkan di Amerika Latin dan Karibia tingkat perkawinan awal boleh dikatakan tetap stabil (Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat. U.S. Agency for International Development http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo. html.2005)
Grafik Proporsi wanita yang melahirkan anak pertama mereka sebelum usia 18 tahun berkisar dari 1% di Jepang sampai 53% di Niger.


Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.70

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI

Tidak ada komentar: